Kamis, 16 Mei 2013

Malnutrisi Energi Protein

A. DEFINISI
    Malnutrisi khususnya Kurang Energi Protein (KEP) adalah gangguan gizi yang disebabkan oleh kekurangan protein dan atau kalori, serta sering disertai dengan kekurangan zat gizi lain. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)  mendefinisikan kekurangan gizi sebagai “ketidakseimbangan seluler antara pasokan nutrisi dan energi dan kebutuhan tubuh bagi mereka untuk menjamin pertumbuhan, pemeliharaan, dan fungsi tertentu.” Kurang Energi Protein (KEP) berlaku untuk sekelompok gangguan terkait yang termasuk marasmus, kwashiorkor dan marasmus-kwashiorkor.
Marasmus :
Kekurangan energy dalam waktu yang lama akan menyebabkan pertumbuhan yang kurang atau terhenti disertai dengan atropi otot dan menghilangnya lemak di bawah kulit.
Akibat lainnya adalah terhentinya pertumbuha linier, pertumbuhan otak, maturasi dan proses penulangan, multiplikasi sel lemak dan otot serata pertumbuhan jaringan penyokong dan visceral.
Kwashiorkor :
Adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh kekurangan protein baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya. Kwashiorkor dapat juga disebabkan oleh diare kronik, malabsobsi protein, sindrom nefrotik, infeksi menahun, luka bakar & penyakit hati.
Biasanya pada kasus kwashiorkor yang berlangsung lama akan terjadi pertumbuhan linear berkurang, kekurangan lemak tubuh dan kekurangan protein otot serta hati.

B. PATOFISIOLOGI
    Penyakit malnutrisi dengan kekurangan energi protein atau tidak mncukupinya. Makanan bagi tubuh sering dengan marasmus dan kwashiorkor. Secara umum, marasmus adalah asupan energi yang cukup untuk menyesuaikan kebutuhan tubuh. Akibatnya, tubuh menarik pada toko sendiri, sehingga kekurusan. Pada kwashiorkor, konsumsi karbohidrat yang memadai dan penurunan asupan protein utama untuk sintesis protein menurun visceral. Para hipoalbuminemia sehingga memberikan kontribusi untuk akumulasi cairan ekstravaskuler. Gangguan sintesis B-lipoprotein menghasilkan hati berlemak.
Kurang Energi Protein (KEP) juga melibatkan kurangnya asupan nutrisi penting. Tingkat serum rendah seng telah terlibat sebagai penyebab ulkus kulit pada banyak pasien. Dalam sebuah penelitian 1979 dari 42 anak-anak dengan marasmus, peneliti menemukan bahwa hanya mereka anak-anak dengan tingkat serum rendah ulserasi kulit seng dikembangkan. Tingkat serum seng berkorelasi erat dengan kehadiran edema, pengerdilan pertumbuhan, dan wasting yang parah. Klasik “mosaik kulit” dan “cat terkelupas” dari dermatosis kwashiorkor beruang kemiripan yang cukup besar terhadap perubahan kulit enteropathica acrodermatitis, dermatosis yang defisiensi seng. Pada tahun 2007, Lin dkk menyatakan bahwa “penilaian calon asupan makanan dan gizi pada populasi anak-anak Malawi pada risiko kwashiorkor” ditemukan “tidak ada hubungan antara perkembangan kwashiorkor dan konsumsi makanan atau nutrisi.

C. TANDA DAN GEJALA
    Gejala klinis Kwashiorkor, yaitu: Penampilannya seperti anak yang gemuk (suger baby) bilamana dietnya mengandung cukup energy disamping kekurangan protein, walaupun dibagian tubuh lainnya, terutama dipantatnya terlihat adanya atrofi; Pertumbuhan terganggu, berat badan dibawah 80% dari baku Harvard persentil 50 walaupun terdapat edema, begitu pula tinggi badannya terutama jika KEP sudah berlangsung lama;  Perubahan mental sangat mencolok, banyak menangis, dan stadium lanjut mereka sangat apatis; Edema baik yang ringan maupun yang berat ditemukan pada sebagian besar penderita kwashiorkor; Atrofi otot sehingga penderita tampak selalu lemah dan berbaring terus menerus; Gejala saluran pencernaan seperti anoreksia yang berat penderita menolak segala macam makanan, hingga adakalanya makanan hanya dapat diberikan melalui sonde lambung. Diare tampak pada sebagian besar penderita, dengan feses yang cair dan banyak mengandung asam laktat karena mengurangnya produksi lactase dan enzim disaharidase lain; rambut yang mudah dicabut sedangkan pada penyakit kwashiorkor yang lanjut dapat terlihat rambut kepala yang kusam, kering, halus, jarang, dan berubah warnanya.rambut alispun menunjukkan perubahan demikian, akan tetapi tidak demikian dengan rambut matanya yang justru memanjang;  Perubahan kulit yang khas bagi penderita kwashiorkor. Kelainan kulit berupa titik-titik merah yang menyerupai petechia, berpadu dengan bercak yang lambat laun menghitam. Setelah bercak hitam mengelupas, maka terdapat bagian-bagian merah yang dikelilingi oleh batas-batas yang masih hitam; Hati biasanya membesar; Anemia ringan.
    Gejala klinis Marasmus yaitu: Muka seorang penderita marasmus menunjukkan wajah seorang tua. Anak terlihat sangat kurus (vel over been) karena hilangnya sebagian besar lemak dan otot-ototnya; Perubahan mental yaitu anak mudah menangis, juga setelah mendapat makan oleh sebab masih merasa lapar. Kesadaran yang menurun (apatis) terdapat pada penderita marasmus yang berat; Kulit biasanya kering, dingin, dan mengendor disebabkan kehilangan banyak lemak dibawah kulit dan otot-ototnya; Walaupun tidak kering seperti penderita kwashiorkor,adakalanya tampak rambut yang kering, tipis dan mudah rontok; Lemak subkutan menghilang hingga turgor kulit mengurang; Otot-otot atrofis, hingga tulang-tulang terlihat lebih jelas; Penderita marasmus lebih sering menderita diare atau konstipasi; seringkali terdapat bradikardi; tekanan darah lebih rendah dibandingkan dengan anak sehat seumur;  frekuensi pernafasan yang mengurang; ditemukan kadar hemoglobin yang agak rendah.

D. ETIOLOGI
    * Penyebab terjadinya kwashiorkor adalah inadekuatnya intake protein yang berlansung kronis.
      Faktor yang dapat menyebabkan hal tersbut diatas antara lain
1. Pola makan
Protein (dan asam amino) adalah zat yang sangat dibutuhkan anak untuk tumbuh dan berkembang. Meskipun intake makanan mengandung kalori yang
cukup, tidak semua makanan mengandung protein/ asam amino yang memadai. Bayi yang masih menyusui umumnya mendapatkan protein dari ASI yang diberikan ibunya, namun bagi yang tidak memperoleh ASI protein adri sumber-sumber lain (susu, telur, keju, tahu dan lain-lain) sangatlah dibutuhkan.Kurangnya pengetahuan ibu mengenai keseimbangan nutrisi anak berperan penting terhadap terjadi kwashiorkhor, terutama pada masa peralihan ASI ke makanan pengganti ASI
2. Faktor sosial
Hidup di negara dengan tingkat kepadatan penduduk yang tinggi, keadaan sosial dan politik tidak stabil ataupun adanya pantangan untuk menggunakan makanan tertentu dan sudah berlansung turun-turun dapat menjadi hal yang menyebabkan terjadinya kwashiorkor
3. Faktor ekonomi
Kemiskinan keluarga/ penghasilan yang rendah yang tidak dapat memenuhi kebutuhan berakibat pada keseimbangan nutrisi anak tidak terpenuhi, saat dimana ibunya pun tidak dapat mencukupi kebutuhan proteinnya
4. Faktor infeksi dan penyakit lain
Telah lama diketahui bahwa adanya interaksi sinergis antara MEP dan infeksi. Infeksi derajat apapun dapat memperburuk keadaan gizi. Dan sebaliknya MEP, walaupun dalam derajat ringan akan menurunkan imunitas tubuh terhadap infeksi
    * Penyebab marasmus adalah sebagai berikut :
1.Intake kalori yang sedikit.
2.Infeksi yang berat dan lama, terutama infeksi enteral.
3.Kelainan struktur bawaan.
4.Prematuritas dan penyakit pada masa neonates.
5 Pemberian ASI yang terlalu lama tanpa pemberian makanan tambahan yang cukup.
6.Gangguan metabolism.
7.Tumor hipotalamus.
8.Penyapihan yang terlalu dini disertai dengan pemberian makanan yang kurang.
9.Urbanisasi.

E. KOMPLIKASI
a. Kwashiorkor
- Diare
- Infeksi
- Anemia
- Gangguan tumbuh kembang
- Hipokalemi
- Hipernatremi
b. Marasmus
- Infeksi
- Tuberkolosis
- Parasitosis
- Disentri
- Malnutrisi kronik
- Gangguan tumbuh kembang

F. MANIFESTASI KLINIS
KWASHIORKOR
- Muka sembab
- Lathargi
- Edema
- Jaringan otot menyusut
- Jaringan sub kutan tipis dan lembut
- Warna rambut pirang atau seperti rambut jagung
- Kulit kering dan bersisik
- Alopecia
- Anorexia
- Gagal dalam tumbuh kembang
- Tampak anemia
MARASMUS
- Badan kurus kering
- Tampak seperti orang tua
- Lethargi
- Iritabel
- Kulit berkeriput
- Ubun-ubun cekung pada bayi
- Jaringan subkutan
- Turgor kulit jelek
- Malaise
- Apatis
- Kelaparan

G. PENATALAKSANAAN PERAWATAN

    a. Pengkajian
- Riwayat status – social – ekonomi
- Kaji riwayat pola makan
- Pengkajian antropometri
- Kaji manifestasi klinis
- Monitor hasil laboratorium
- Timbang BB
- Kaji TTV
- Libatkan keluarga dalam perawatan anak untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari.
    b. Diagnosa Keperawatan
- Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d tidak adekuatnya intake nutrisi
- Kurang volume cairan tubuh dan kontipasi b.d kurangnya intake cairan
- Gangguan integritas kulit b.d asites
- Resiko infeksi b.d respon imun sekunder dan malnutrisi
- Kurangnya pengetahuan b.d kurang terpapar terhadap informasi
    diagnosa banding:
    Adanya edema serta ascites pada bentuk kwashiorkor maupun marasmik-kwashiorkor perlu dibedakan dengan :
    Sindroma nefrotik
    Sirosis hepatis
    Payah jantung kongestif
    Pellagra infantil
    Actinic Prurigo

    Klasifikasi :
   KEP ringan   : > 80-90% BB  ideal terhadap TB (WHO-CD
   KEP sedang : > 70-80% BB  ideal terhadap TB (WHO-CDC)
   KEP berat : £ 70% BB ideal terhadap TB (WHO-CDC)
    Perencanaan dan Intervensi
a. Meningkatkan pemenuhan kebutuhan status nutrisi
- Kaji pola makan
R / : Untuk mengetahui asupan nutrisi
- Berikan makanan TKTP
R / : Untuk memenuhi kebutuhan kalori dan protein tambahan
- Timbang BB setiap hari
R / : Untuk memantau status nutrisi
- Tingkatkan pemberian ASI dengan pemasukan intake nutrisi yang adekuat pada orang tua (ibu)
R / : dengan pemberian ASI dapat mengurangi kekebalan dan durasi penyakit
b. Meningkatkan hidrasi dan mencegah konstipasi
- Berikan cairan yang adekuat sesuai dengan kondisinya
R / : untuk mempertahankan kebutuhan cairan yang adekuat
- Berikan cairan atau nutrisi parenteral : pantau kepatenan infus
R / : Untuk mengetahui asupan nutrisi
- Ukur intake darah output : 2 – 3 ml/kg/jam
R / : Untuk mengevaluasi kecukupan masukan cairan
- Auskultasi bising usus
R / : inflamasi/iritasi usus dapat menyertai hiperaktivitas, penurunan absorbsi air dan diare
- Kaji tanda-tanda usus
R / : untuk mengetahui intake dan output
c. Meningkatkan integritas kulit
- Kaji kebutuhan kulit
R / : sebagai data dasar untuk intervensi selanjutnya
- Berikan alas matras yang lembut
R / : untuk mencegah atau mengurangi penekanan pada kulit
- Berikan cream kulit
R / : untuk melindungi kulit dari iritasi dan memberikan kelembabab pada kulit
- Ganti segera pakaian yang lembab dan basah
R / : pakaian yang lembab dan basah dapat menyebabkan iritasi .
- Lakukan kebersihan kulit
R / : untuk mengurangi mikroorganisme
- Hindari penggunaan sabun yang dapat mengiritasi kulit
R / : untuk melindungi kulit dari iritasi
d. Mencegah terjadinya infeksi
- Kaji tanda-tanda infeksi : ukur suhu tubuh setiap 4 jam
R / : untuk memasikan pengenalan dan pengobatan yang segera
- Gunakan standar pencegahan universal ; kebersihan, mencuci tangan bila akan kontak pada anak, menghindari dari aanak yang infeksi
R / : Untuk menurunkan kemungkinan penyebaran infeksi
- Berikan imunisasi bagi anak yang belum diimunisasi
R / : imunisasi dapat meningkatka kekebalan tubuh dan mencegah infeksi
e. Meningkatkan pengetahuan orang tua
- Ajar orang tua dalam pemenuhan nutrisi
R / : pengetahuan tentang hal malnutrisi dapat diketahui oleh keluarga
- Jelaskan pentingnya intake nutrisi yang adekuat
R / : agar orang tua mengetahui intake nutrisi yang adekuat
- Jelaskan kondisi yang terkait dengan malnutrisi
R / : meningkatkan pemahamam keluarga tentang malnutrisi
- Ajarkan ibu mengkonsumsi nutrisi yang adekuat untuk meningkatkan produksi ASI
R / : ASI mengandung zat gizi yang tinggi
- Libatkan keluarga dalam perawatan anak untuk menemukan kebutuhan sehari-hari
R / : keluarga mengerti keadaan anak dan mengurangi kecemasan.

H. EVALUASI
a. anak akan memperlihatkan pemenuhan kebutuhan nutrisi secara adekuat yang ditandai dengan berat badan normal sesuai dengan usia, nafsu makan meningkat, dan tdak ditemukan manifestasi mainutrisi.
b. Anak tidak menunjukan tanda-tanda dehidrasi yang ditandai dengan ubun-ubun tidak, turgor kulit normal, membran mukosa lembab, out put urin sesuai.
c. Anak menunjukan keutuhan integritas kulit yang ditandai dengan kulit tidak bersisik, tidak kering dan elastisitas kulit normal.
d. Anak akan terbebas dari infeksi.
e. Orang tua memahami pemenuhan kebutuhann nitrisi pada anak.

Pengobatan penyakit penyerta
 Defisiensi vitamin A Bila ada kelainan di mata, berikan vitamin A oral pada hari ke 1, 2 dan 14 atau sebelum keluar rumah sakit bila terjadi memburuknya keadaan klinis diberikan vit. A dengan dosis :
umur > 1 tahun               : 200.000 SI/kali
umur 6 – 12 bulan          : 100.000 SI/kali
umur 0 – 5 bulan            :   50.000 SI/kali
    Bila ada ulkus dimata diberikan :
Tetes mata khloramfenikol atau salep mata tetrasiklin, setiap 2-3 jam selama 7-10 hari, Teteskan tetes mata atropin,1 tetes 3 kali sehari selama 3-5 hari. Tutup mata dengan kasa yang dibasahi larutan garam faali
    Dermatosis Dermatosis ditandai adanya :
hipo/hiperpigmentasi, deskwamasi (kulit  mengelupas), lesi ulcerasi eksudatif, menyerupai luka bakar, sering disertai infeksi sekunder, antara lain oleh Candida.
    Tatalaksana :
kompres bagian kulit yang terkena dengan larutan KmnO4 (K-permanganat) 1% selama 10 menit
beri salep atau krim (Zn dengan minyak kastor)
usahakan agar daerah perineum tetap kering
umumnya terdapat defisiensi seng (Zn) : beri preparat Zn peroral
Parasit/cacing Beri Mebendasol 100 mg oral, 2 kali sehari selama 3 hari, atau preparat antihelmintik lain.Diare berkepanjangan Diobati bila hanya diare berlanjut dan tidak ada perbaikan keadaan umum. Berikan formula bebas/rendah lactosa. Sering kerusakan mukosa usus dan Giardiasis merupakan penyebab lain dari melanjutnya diare. Bila mungkin, lakukan pemeriksaan tinja mikroskopik. Beri : Metronidasol 7.5 mg/kgBB setiap 8 jam selama 7 hari.
Tuberkulosis Pada setiap kasus gizi buruk, lakukan tes tuberkulin/Mantoux (seringkali alergi) dan Ro-foto toraks. Bila positip atau sangat mungkin TB, diobati sesuai pedoman pengobatan TB.
Tindakan kegawatan
Syok (renjatan) Syok karena dehidrasi atau sepsis sering menyertai KEP berat dan sulit membedakan  keduanya secara klinis saja. Syok karena dehidrasi akan membaik dengan cepat pada pemberian cairan intravena, sedangkan pada sepsis tanpa dehidrasi tidak. Hati-hati terhadap terjadinya overhidrasi.
Pedoman pemberian cairan :
Berikan larutan Dekstrosa 5% : NaCl 0.9% (1:1) atau larutan Ringer dengan kadar dekstrosa 5% sebanyak 15 ml/KgBB dalam satu jam pertama.
Evaluasi setelah 1 jam :
Bila ada perbaikan klinis (kesadaran, frekuensi nadi dan pernapasan) dan status hidrasi ® syok disebabkan dehidrasi. Ulangi pemberian cairan seperti di atas untuk 1 jam berikutnya, kemudian lanjutkan dengan pemberian Resomal/pengganti, per oral/nasogastrik, 10 ml/kgBB/jam selama 10 jam, selanjutnya mulai berikan formula khusus (F-75/pengganti).
Bila tidak ada perbaikan klinis ® anak menderita syok septik. Dalam hal ini, berikan cairan rumat sebanyak 4 ml/kgBB/jam dan berikan transfusi darah sebanyak 10 ml/kgBB secara perlahan-lahan (dalam 3 jam). Kemudian mulailah pemberian formula (F-75/pengganti)
Anemia berat Transfusi darah diperlukan bila : Hb < 4 g/dl atau Hb 4-6 g/dl disertai distress pernapasan atau tanda gagal jantung. Transfusi darah : Berikan darah segar 10 ml/kgBB dalam 3 jam. Bila ada tanda gagal jantung, gunakan ’packed red cells’ untuk transfusi dengan jumlah yang sama. Beri furosemid 1 mg/kgBB secara i.v pada saat transfusi dimulai. Perhatikan adanya reaksi transfusi (demam, gatal, Hb-uria, syok). Bila pada anak dengan distres napas setelah transfusi Hb tetap < 4 g/dl atau antara 4-6 g/dl, jangan diulangi pemberian darah.
Konsultasi
Konsultasi Setiap pasien pada risiko kekurangan gizi harus dirujuk ke ahli diet atau profesional gizi lainnya untuk penilaian gizi lengkap dan konseling diet.
Arahan subspesialisasi lain harus dipertimbangkan jika temuan dari evaluasi awal menunjukkan bahwa penyebab mendasarnya bukan asupan gizi yang buruk.
Jika tanda-tanda menunjukkan malabsorpsi, pencernaan harus dikonsultasikan.
Selanjutnya, pada kasus pediatrik, seorang dokter anak, sebaiknya satu dengan pengalaman dalam pengelolaan kekurangan energi protein (KEP), harus mengawasi perawatan pasien.
Setiap pasien dengan kelainan laboratorium yang signifikan, seperti dibahas di atas, dapat mengambil manfaat dari konsultasi dengan subspesialisasi yang sesuai (misalnya, endokrinologi, hematologi).
Anak-anak dengan gizi buruk sekunder untuk asupan yang tidak memadai dan / atau kelalaian harus dirujuk ke lembaga sosial yang tepat untuk membantu keluarga dalam mendapatkan sumber daya dan menyediakan perawatan berkelanjutan bagi anak.