Pengertian
Polusi
udara asfiksia terjadi di karenakan berkurangnya kemampuan tubuh
dalam mengikat oksigen atau berkurangnnya kadar oksigen di dalam
tubuh manusia
Sifat
polusi udara asfiksia
merupakan
suara atau bunyi yang mengganggu, dapat menyebabkan berbagai gangguan
seperti gangguan fisiologis, gangguan psikologis, gangguan komunikasi
dan ketulian.
Ada yang menggolongkan gangguannya berupa gangguan Auditory, misalnya gangguan terhadap pendengaran dan gangguan non Auditory seperti gangguan komunikasi, ancaman bahaya keselamatan, menurunya performan kerja, stres dan kelelahan.
Ada yang menggolongkan gangguannya berupa gangguan Auditory, misalnya gangguan terhadap pendengaran dan gangguan non Auditory seperti gangguan komunikasi, ancaman bahaya keselamatan, menurunya performan kerja, stres dan kelelahan.
Cara
Pencemaran Asfiksia
Masalah
kerusakan lingkungan disebabkan oleh tangan-tangan manusia itu
sendiri. Untuk menjaga kelestarian lingkungan, harus ada penegakan
hukum lingkungan. Selain itu, tak kalah penting adalah menumbuhkan
kesadaran yang tinggi pada masyarakat dalam pemeliharaan lingkungan.
Setidaknya wawasan mengenai lingkungan, ilmu pengetahuan dan
teknologi (iptek) akan mengarah pada pemeliharaan dan pelestarian
lingkungan hidup. Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua
benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan
perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan kehidupan dan
kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain.
Dampak
Polusi udara asfiksia
Dampak
asfiksia jangka pendekJika bayi mengalami gangguan pernapasan, suplai oksigen ke jaringan dan organ tubuh akan terganggu. Akibatnya, terjadi penumpukan karbon diokssida, tetapi kekurangan oksigen sehingga darah akan menjadi asam. Padahal, normalnya keasaman atau pH darah adalah sekitar 7,35-7,45.
Organ yang paling sering mengalami gangguan adalah otak dengan gejala utama kejang. Kekurangan oksigen juga dapat menyebabkan pembengkakan otak. Jika proses ini berlanjut, maka akan terjadi penyusutan volume (atropi) otak. Aakhirnya, ukuran otak menjadi lebih kecil daripada ukuran normal. Kondisi ini disebut mikrosefali. Selain itu, otak juga dapat membubur (periventrikulerlekomalacia), terutama jika asfiksia terjadi pada bayi prematur dengan kelainan jantung.
Bila janin kekurangan O2 dan kadar CO2 bertambah, timbulah rangsangan terhadap nervus vagus sehingga DJJ (denyut jantung janin) menjadi lambat. Jika kekurangan O2 terus berlangsung maka nervus vagus tidak dapat dipengaruhi lagi.Timbulah kini rangsangan dari nervus simpatikus sehingga DJJ menjadi lebih cepat akhirnya ireguler dan menghilang. Janin akan mengadakan pernafasan intrauterin dan bila kita periksa kemudian terdapat banyak air ketuban dan mekonium dalam paru, bronkus tersumbat dan terjadi atelektasis. Bila janin lahir, alveoli tidak berkembang. Apabila asfiksia berlanjut, gerakan pernafasan akan ganti, denyut jantung mulai menurun sedangkan tonus neuromuskuler berkurang secara berangsur-angsur dan bayi memasuki periode apneu primer.
Jika berlanjut, bayi akan menunjukkan pernafasan yang dalam, denyut jantung terus menurun , tekanan darah bayi juga mulai menurun dan bayi akan terluhat lemas (flascid). Pernafasan makin lama makin lemah sampai bayi memasuki periode apneu sekunder. Selama apneu sekunder, denyut jantung, tekanan darah dan kadar O2 dalam darah (PaO2) terus menurun. Bayi sekarang tidak bereaksi terhadap rangsangan dan tidak akan menunjukkan upaya pernafasan secara spontan. Kematian akan terjadi jika resusitasi dengan pernafasan buatan dan pemberian tidak dimulai segera.
Dampak asfiksia jangka panjang
a.Gangguan fungsi multi organ pada asfiksia berat Redistribusi sirkulasi yang ditemukan pada pasien hipoksia dan iskemia akut telah memberikan gambaran yang jelas mengapa terjadi disfungsi berbagai organ tubuh pada bayi asfiksia. Gangguan fungsi berbagai organ pada bayi asfiksia tergantung pada lamanya asfiksia terjadi dan kecepatan penanganan. Frekuensi disfungsi berbagai organ vital tersebut yaitu otak, kardiovaskular, paru, ginjal, saluran cerna dan darah. b.Dampak sistem susunan saraf pusat kelainan neuropatologis yang paling sering ditemukan pada bayi yang mengalami asfiksia, di samping perdarahan periventrikularintraventrikular yang terutama terjadi pada bayi kurang bulan. Kelainan neurologis yang dapat ditimbulkan adalah gangguan intelegensia, kejang, gangguan perkembangan psikomotor dan kelainan motorik yang termasuk di dalam palsi serebral. Gejala klinis biasanya terjadi 12 jam setelah asfiksia berat yaitu stupor sampai koma, pernafasan periodic, tidak ada refleks komplek seperti Moro dan hisap, kejang tonik-klonik atau multifokal antara 12–24 jam dapat terjadi apnu yang menggambarkan disfungsi batang otak. 24 sampai 72 jam kemudian terjadi perburukan, berupa koma, apnu lama dan mati batang otak terjadi 24-72 jam kemudian.3 c.Dampak sistem kardiovaskular Bayi dengan asfiksia perinatal dapat mengalami iskemia miokardial transien. Secara klinis dapat ditemukan gejala gagal jantung seperti, takipnu, takikardia, pembesaran hati dan irama derap. Ekokardiografi memperlihatkan struktur jantung yang normal tetapi kontraksi ventrikel kiri berkurang terutama di dinding posterior. Selain itu ditemukan hipertensi pulmonal persisten, insufisiensi trikuspid, nekrosis miokardium, dan renjatan. d.Dampak terhadap ginjal Hipoksia ginjal dapat menimbulkan gangguan perfusi dan dilusi ginjal, serta kelainan filtrasi glomerulus. Hal ini timbul karena proses redistribusi aliran darah akan menimbulkan beberapa kelainan ginjal antara lain nekrosis tubulus dan perdarahan medula. Gagal ginjal diduga terjadi karena ginjal sangat sensitif terhadap hipoksia. Hipoksia yang terjadi dalam 24 jam pertama kehidupan akan mengakibatkan iskemia ginjal yang awalnya bersifat sementara namun bila hipoksia berlanjut akan menyebabkan kerusakan korteks dan medula yang bersifat menetap. Bayi dengan asfiksia mempunyai risiko untuk terjadinya nekrosis tubular akut. e.Dampak terhadap saluran cerna Bayi asfiksia mempunyai risiko terjadinya iskemia saluran Cerna. Hal ini disebabkan pada bayi asfiksia terjadi redistribusi aliran darah ke organ-organ vital. Perfusi otak dan jantung dipertahankan dengan mengorbankan ginjal dan usus. f.Dampak terhadap hati Hati dapat mengalami kerusakan yang berat (shock liver), sehingga fungsinya dapat terganggu. Kadar transaminase serum, faktor pembekuan, albumin dan bilirubin harus dipantau. Kadar amoniak serum harus diukur. Diberikan faktor-faktor pembekuan jika diperlukan. Kadar gula darah dipertahankan pada 75-100 mg/dl. Obat-obat yang didetoksifikasi di hati juga harus dimonitor kadarnya secara ketat. Kegagalan fungsi hati merupakan pertanda prognosis yang buruk. g.Dampak terhadap sistem darah Seringkali ditemukan KID akibat rusaknya pembuluh darah, kegagalan hati membuat faktor pembekuan dan sumsum tulang gagal memproduksi trombosit. h.Dampak terhadap paru Dampak asfiksia terhadap paru adalah hipertensi pulmonal persisten, mekanisme terjadinya adalah vasokonstriksi paru akibat hipoksia dan asidosis, pembentukan otot arteriol paru pada masa pranatal, pelepasan zat aktif seperti leukotrin dan pembentukan mikrotrombus.
Penanggulangan
Asfiksia
Pertolongan
pertama untuk mengatasi asfiksia pada neonaturum ialah untuk
mempertahankan kelangsungan hidup bayi dalam membatasi gejala sisa
(sekuele) yang mungkin timbul dikemudikan hari. Tindakan pada bayi
asfiksia disebut resusitasi bayi baru lahir.